Bahan Tambah Beton. Kontraktor dan Konsultan Wajib Tahu!

Bagikan:

Seperti yang telah dijelaskan pada Beton dan Sifat Mekanisnya, dibutuhkan suatu material tambahan untuk mendapatkan sifat khas (khusus). Sifat khas ini berhbungan dengan situasi dan kondisi yang dialami di lokasi proyek. Tentunya, tujuan penggunaan bahan tambah ini untuk menghasilkan beton yang lebih baik, misalnya dari aspek mutu, biaya, maupun dari aspek kemudahan pelaksanaannya, lebih spesifiknya yaitu:

  • Mengurangi penggunaan air.
  • Mengurangi penggunaan semen.
  • Mengoptimalkan workability beton.
  • Mengontrol waktu ikat beton segar.
  • Meningkatkan kekuatan beton.
  • Meningkatkan ketahanan beton, misalnya terhadap zat kimia.

Bahan tambah ini diberikan sebelum atau saat proses pengadukan campuran beton dimulai. Bahan tambah biasanya digunakan dalam jumlah yang relatif sedikit. Berdasarkan jenis bahannya, bahan tambah terbagi menjadi dua macam yaitu bahan tambah kimia (chemical admixtures atau disebut dengan admixtures saja) dan bahan tambah mineral (additives).

 

Baca juga: Beton dan Sifat Mekanisnya

 

Bahan Tambah Kimia (Admixture)

Bahan tambah kimia merupakan bahan tambah yang berasal dari bahan/zat kimia, seperti kalsium klorida, karbonat, silika dan bahan kimia lain. Biasanya bahan tambah ini berupa serbuk atau cairan yang mempengaruhi campuran beton secara langsung. Berdasarkan Pedoman Beton 1989 SKBI.1.4.53.1989, ada tujuh tipe bahan tambah kimia (chemical admixture) yaitu:

1. Tipe A (Water-Reducing Admixture)

Seperti namanya, tipe A ini memiliki kegunaan untuk mengurangi penggunaan air pada campuran beton. Pada umumnya tipe ini dapat mengurangi penggunaan air sekitar 5%-12 %. Air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton (faktor air semen). Faktor air semen (fas) adalah nilai rasio/perbandingan penggunaan air terhadap penggunaan semen. Dengan adanya bahan tambah ini, ada tiga kondisi yang bisa dilaksanakan, yaitu:

a) Faktor air semen (fas) sama. Penggunaan admixture tipe A dengan mempertahankan nilai fas dapat meningkatkan nilai slump. Semakin tinggi nilai slump, maka beton semakin encer. Semakin encer, maka beton segar lebih mudah dituang dan dipadatkan atau mudah dikerjakan (workability). Admixture tipe ini misalnya dapat digunakan pada konstruksi dengan tulangan yang rapat dimana ada kemungkinan beton segar yang dituang sulit dipadatkan atau menumpuknya agregat di satu tempat.

b) Faktor air semen (fas) dikurangi. Pada kondisi ini, kita mengurangi jumlah air, namun mempertahankan jumlah semennya. Dalam batasan tertentu, semakin sedikit nilai fas, maka semakin tinggi kuat tekan beton. Namun perlu diketahui, jika nilai fas terlalu kecil, maka beton menjadi tidak padat karena tidak bisa mengisi seluruh cetakan/bekisting dan akan ada agregat yang tidak menyatu. Jadi, dengan kondisi kedua ini, kita bisa meningkatkan kuat tekan beton. Tentunya kita juga harus memperhitungkan faktor air semen yang optimal.

c) Mengurangi jumlah semen dan air (Tetap memperhatikan ketentuan pemakaian semen minimum). Pada kondisi ini, penggunaan admixture tipe A lebih banyak. Namun, kita bisa mendapatkan kemudahan pekerjaan (workability) dan kuat tekan yang sama dengan tanpa menggunakan admixture. Dengan adanya pengurangan jumlah semen dan air, maka biaya juga lebih murah.

Pada penggunaan admixture tipe A, setting time (waktu ikat) beton segar menjadi lebih cepat dari beton normal. Oleh sebab itu, pekerjaan pada konstruksi dengan volume besar harus diperhitungkan agar beton yang dicor tetap monolit. Kita juga harus melakukan pengujian sampel terlebih dahulu sebelum menggunakan admixture tipe ini, mengingat fas adalah faktor yang mempengaruhi kuat tekan.

2. Tipe B (Retarding Admixture)

Bahan tambah tipe ini digunakan untuk memperlambat waktu ikat (setting time) dan mempertahankan workability pada beton. Biasanya digunakan untuk kondisi :

    • Cuaca panas yang bisa membuat beton lebih cepat mengering
    • Pelaksanaan pengecoran yang sukup sulit sehingga waktu pelaksanaan lebih lama
    • Lokasi batching plant (pabrik produksi beton) cukup jauh, sehingga antara satu truk dengan truk lain atau rombongan truk yang satu dengan rombongan yang lain memiliki jeda yang lama pada saat pengecoran. Jika coran beton sebelumnya telah mengeras di satu sisi, ketika kita lanjutkan pengecoran akan muncul retakan karena beton tidak monolit (menyatu).
    • Kondisi lalu lintas yang dilalui truk molen (mixer truck) tidak lancar. Akibatnya sama dengan kondisi sebelumnya diatas.
    • Proses finishing yang lebih lama.

Pada saat admixture tipe ini digunakan, waktu penutupan permukaan beton (sealing dan troweling) tidak boleh terburu-buru. Kita harus memastikan proses bleeding telah sepenuhnya selesai terlebih dahulu karena setting time berlangsung lambat.

Page: 1 2 3

This website uses cookies.